Bahagia itu sederhana.. terhambur begitu saja di Gunung, Pantai, dan Senja..

Friday, June 17, 2011

Cerita Tentang Pendakian Gunung Semeru (Part 1)


Lima tahun yang lalu, pada saat aku kelas 2 SMA, aku pernah bermimpi dan berhasrat besar mendaki gunung semeru, gunung tertinggi di pulau jawa. Terinspirasi dari tokoh favoritku yang mati di sana, SOE HOK GIE. Banyak yang ingin ku jumpai di sana, Ranu Kumbolo, bunga abadi Edelweis, dan yang pasti puncak semeru, mahameru. Jiwa petualang benar-benar menyebar di tubuhku, organisasi pecinta alam yang aku ikuti benar-benar berhasil menanamkannya. Semenjak saat itu aku mulai bising dengan kota dan perlahan banyak menghabiskan waktu di alam.



Banyak orang sering bertanya, “kenapa sih suka naik gunung? Kenapa sih suka ke pantai? Kenapa sih suka berpetualang di alam? Kan capek.” Aku akan jawab di sini, karna dari dulu aku belum pernah menjawabnya. Aku selalu bangga menceritakan, bahwa aku adalah seorang pecinta alam, alam mengajarkanku banyak hal, alam membuat aku tahu siapa diriku, yang tak akan pernah didapatkan dengan hanya duduk manis di dalam kelas, alam membuatku menjadi (seperti) liar? iya! namun alam perlahan menjinakkan singa keegoisan di dalam diriku.


Lima tahun berlalu dari awal kutanam mimpi itu, seorang teman menawarkan untuk pergi bersama ke tempat impianku dan mungkin impian banyak orang juga, GUNUNG SEMERU. Tanpa berpikir panjang aku langsung packing barang dan berangkat dari yogya berdua, langsung pada malam hari itu. Kami berangkat dari Yogyakarta menuju malang dengan kereta api ekonomi Malabar. Sampai di malang pada pagi hari, kami sarapan di warung makan di stasiun malang, lalu melanjutkan perjalanan mencari rumah sakit di kota malang, untuk membuat surat keterangan sehat (syarat pendakian gunung semeru), setelah berjalan kaki sekitar 1km, kami menemukan rumah sakit nya, dan setelah masuk ke dalam, ternyata oh ternyata, poliklinik nya tutup karna hari sabtu. Kami pun lanjut lagi mencari angkot AT menuju terminal Arjosari, tujuannya sebenarnya ke pasar tumpang, tapi karna tidak ada angkot yang langsung ke tumpang, jadi kami harus ke Argosari terlebih dahulu, setelah sampai di argosasi kami nyambung naik angkot lagi menuju pasar tumpang, dan di dalam perjalanan menuju pasar tumpang, kami melihat anak SMP tewas di tikam di pinggir jalan, sungguh pemandangan yang mengenaskan, betapa gilanya dunia di jaman sekarang.


Setelah 1,5 jam perjalanan, aku sampai di pasar tumpang, dari pasar tumpang tujuan berikutnya adalah ranupane, pos pendaftaran pendakian, dari sini kami harus naik jeep atau numpang truk sayur, tapi karna kurang orang dan ongkos naik jeep jadi sangat mahal, kami memutuskan untuk menumpang truk sayur, dan hasilnya, setelah menunggu 5 jam di pinggir jalan, kami tidak mendapat tumpangan. Kami bersabar menunggu rombongan lain, sambil memasak air untuk membuat kopi di pinggir jalan raya, heuheu.
Dan akhirnya jam setengah 5 sore, ada beberapa rombongan datang, jeep penuh, jadinya kami naik jeep ke ranupane. Jam setengah 7 malam, kami sampai di ranupane, kami bermalam di ranupane.


Keesokan harinya, aku memulai pendakian, bersama rombongan dari UI dan rombongan dari tim dokumenter Ring OF Fire Advanture, dari ranupane menuju ranu kumbolo, jaraknya 9,5 Km. Aku berjalan sedikit terburu-buru, karna sudah sangat tidak sabar ingin melihat ranu kumbolo, setelah mendaki 4,5 jam. Aku sampai di ranu kumbolo, betapa kagetnya, melihat danau yang sebesar itu di atas gunung, di ketinggian 2400 Mdpl, sungguh indah, indah sekali, aku memutuskan untuk bermalam di ranu kumbolo, sebab dari yang aku dengar, sunrise di ranu kumbolo sangat indah, karena ujung danau nya adalah pertemuan 2 bukit, dan matahari terbit di antara celah kaki pertemuan 2 bukit itu.



Bermalam di ranu kumbolo, aku tidak bisa tidur menunggu pagi, dinginnya benar-benar seperti menyayat-nyayat tulang, sleeping bag ku lembab, dan hanya semakin dingin memakainya, baju dan celana ku sudah 3 lapis, tetapi masih saja dingin, setelah berjam-jam berjuang melawan dingin, jam tangan ku sudah menunjukkan pukul 5, aku keluar dari tenda, dan betapa terkejutnya ketika aku melihat keadaan di luar tenda, ada salju! Meskipun tidak terlalu tebal, tapi sekelilingku sudah di penuhi es, dan suhu di luar adalah -3° C. Pantas saja dinginnya serasa menyayat-nyayat tulang. Waktu pun semakin berjalan, perlahan matahari mulai naik, dan memang benar, sunrise di ranu kumbolo memang sangat indah, indah sekali! Dinginnya memang menyayat-nyayat tulang, tapi indahnya, memberikan kedamaian.


Bersambung ke Part 2.. :)

7 comments:

  1. asssiiikk kang,, kapan2 ajak aq.. wkwkwk

    ReplyDelete
  2. bisa bos.. contact2 aja.. mari nikmati keindahan indonesia dari ketinggian.. :)

    ReplyDelete
  3. Keren....
    Mas mau tanya, klo utk surat tertulis di materai itu satu tim satu materai/satu orang masing-masing 1 materai?
    besok insyaallh kta berangkat

    thank

    ReplyDelete
  4. keren, lanjut ke part 2 ah..

    oya, ralat mungkin bukan Argosari tapi Arjosari :) itu deket rumahku..

    ReplyDelete
  5. Desi : 1 tim satu materai aja..

    rifqi : oke2.. di benerin nih.. :D

    ReplyDelete
  6. Mas Ade, mau tanya dunk, itu Surat Keterangan Berbadan Sehat nya kan gk dapet yah karena poliklinik nya tutup pas hari Sabtu, trus gmn itu ?
    Emg bisa naik tanpa ada syarat yg satu itu ?
    Trus syaratnya apa aja yah skrg klo naik Semeru ?

    ReplyDelete
  7. gak bisa naik kalo gak ada surat keterangan sehat..
    aku jadinya buat surat keterangan sehat di poliklinik deket pasar tumpang, sekitar 1 km dari pasar tumpang..

    ReplyDelete