Bahagia itu sederhana.. terhambur begitu saja di Gunung, Pantai, dan Senja..

Saturday, December 24, 2011

Selamat Jalan Kawan, Damailah Dalam Dekapan Alam


beginilah jadinya jika bercinta dengan alam..
kadang menenangkan..
kadang meniadakan..
kadang menyenangkan..
kadang pula memilukan..
tak ada yang harus disalahkan..
dan tak ada yang perlu dibenarkan..
inilah alam..
seringkali muncul tanya..
apa aku akan sama seperti mereka..
tumbuh dan besar di alam..
lalu pergi dalam dekapan alam..
entahlah.. tak satupun tahu..
aku, kamu, dia, mereka..
biarlah alam memainkan perannya..
mendamaikan jiwa, lalu mengantar kembali ke tiada..

hanya kalimat-kalimat di atas yang bisa aku persembahkan untukmu saudaraku..
betapa pilu rasanya ketika mendengar kabar bahwa teman-teman sesama para penggiat alam (pecinta alam) mendapatkan musibah hingga hilangnya nyawa pada saat berada di alam..

Aku mendapat 3 berita duka dalam seminggu ini..

1. Ahmad Hidayat
meninggal di Gunung Papandayan karena Hypotermia

2. Muhammad Ardian
meninggal di Gunung Lawu pada saat diksar untuk menjadi anggota Mapala UNS, meninggal karena Hypotermia


3. Yessy Purnama Sari
meninggal di Sungai Sawangan pada saat Arung Jeram


sekali lagi,
tak ada yang harus di salahkan
dan tak ada yang perlu di benarkan..
inilah alam..
bukan alam yang membunuhnya..
alam hanya mengantarkannya kembali pada ketiadaan..
mungkin saja sebagian dari mereka cukup berbahagia karna pergi dalam dekapan alam..

Gunung
 Pantai
Sungai
 ataupun kota

tak ada bedanya, jika sudah waktunya..
Lalu, kenapa harus menyalahkan, dan kenapa mesti membenarkan?



Salam Lestari,
Ade Setio Nugroho


Sunday, October 23, 2011

Gantungkanlah Cita-Citamu Setinggi Gunung

15-16 Oktober 2011

Gantungkanlah cita-citamu setinggi Gunung -ade-


Ini kali ketiga aku mendaki Gunung Merapi, setelah erupsi hampir satu tahun silam, seperti biasa, aku datang ke sini, ke gunung ini, ketika aku ingin menulis, aku datang ke sini ketika aku butuh waktu untuk menikmati sunyi, ketika kota mulai sedikit terasa memenjarakan jiwa.

Kali ini aku tidak pergi sendiri, aku membawa 10 orang teman bersamaku, yang lebih dari setengahnya belum pernah mendaki, berat?  Ya.. Tapi aku percaya kepada teman-temanku, aku yakin mereka bukan orang-orang bermental tapai yang akan merengek manja ketika jauh dari kota.

“Semoga kita diberikan kelancaran selama pendakian, dan mendapatkan makna atas apa yang kita lakukan”

Sepucuk kalimat sederhana, pembuka doa kami kepada Sang Pencipta sebelum memulai pendakian. 30 menit pendakian, seorang teman ingin kembali ke basecamp, “aku pusing de”, aku berhenti sejenak, berbicara sepatah-dua patah kata, dia pun mau mencoba melangkah lagi. Beberapa langkah, lalu berhenti lagi dan berbicara perlahan, “aku pusing banget de, gak enak hati juga, aku balik ke base camp aja ya, daripada nyusahin ntar”, aku masih berusaha membujuknya, tapi gagal, aku pun mengantarnya turun kembali ke base camp dan meminta seseorang untuk menggantikanku memimpin rombongan.

Aku kecewa, kecewa sekali, bukan kepada temanku yang tak mampu melangkah, namun kepada diriku yang tak mampu membuat semangatnya tergugah, sungguh… Aku bukanlah pemimpin yang hebat, bahkan masih jauh dari layak untuk disebut pemimpin.

Rombongan melanjutkan pendakian, aku turun mengantar seorang temanku ke basecamp dan berpesan kepada rombongan agar tidak menungguku, aku akan menyusul mereka sebelum sampai di pos 1, pesanku kepada mereka. Sesampai di base camp aku menitipkan temanku kepada kenalanku, aku bersyukur masih ada kenalanku di base camp, jadi aku bisa mendaki lagi dengan perasaan (sedikit) tenang, setidaknya ada yang menjaga temanku.

Aku melanjutkan pendakian, berjalan di gelap malam sendirian, rasa takut? Jelas ada.. tapi rasa nyaman dan damai yang lahir dari kesunyian malam, menutup rasa takut itu. Setapak demi setapak aku melangkah, tak terasa sudah hampir satu jam aku mendaki sendirian. Tepat jam 1 subuh, aku menyusul rombonganku, aku langsung melepaskan carrierku, istirahat sejenak, sambil dihibur oleh canda tawa teman-temanku. Ternyata mengasyikkan juga naik gunung beramai-ramai, baru kali ini aku mendaki dengan jumlah orang yang cukup banyak, karena sebelum-sebelumnya aku lebih suka naik gunung sendirian.

Aku istirahat sambil baring menatap langit, langit yang penuh dengan bintang-bintang indah bersama cahaya bulannya, aku memutar lagu favoritku, lagu yang selalu aku dengarkan ketika berada di gunung. Ost film “Gie”, Ciptaan eross So7.

“sampaikanlah pada ibuku
aku pulang terlambat waktu
ku akan menaklukkan malam
dengan jalan pikiranku

sampaikanlah pada bapakku
aku mencari jalan atas
semua keresahan-keresahan ini
kegelisahan manusia

   retaplah malam yg dingin

reff: 
tak pernah berhenti berjuang
pecahkan teka-teki malam
tak pernah berhenti berjuang
pecahkan teka-teki keadilan

berbagi waktu dengan alam
kau akan tahu siapa dirimu yg sebenarnya
hakikat manusia

akan aku telusuri
 jalan yg setapak ini
 semoga kutemukan jawaban”

Selesai mendengarkan lagu yang menenangkan itu, kami melanjutkan pendakian, hembusan angin semakin kencang, dingin pun mulai membelai pelan-pelan, tapi sama sekali tak mengurangi semangat teman-temanku untuk tetap melangkah.

Jam 02.30, puncak mulai terlihat, walaupun masih samar di balik bayang-bayang malam, kami istirahat sejenak, memasak air, lalu membuat kopi untuk menghangatkan badan.

 
Jam 03.30 kami mencukupkan istirahat, melanjutkan pendakian, aku memutuskan mengambil jalur landai yang ada di balik punggungan gunung, agar terhindar dari hembusan angin yang bisa membuat tenda dome terbang. 30 menit perjalanan, aku merasa jalur ini seperti sedikit asing, dan benar saja, aku salah jalur, tapi aku tahu benar dimana letak pos 2, di atas punggungan ini. Aku diam saja, tidak memberitahu rombongan bahwa kami salah jalur, karena percuma, kami tidak mungkin kembali lagi, memberitahu rombongan hanya akan melemahkan semangat mereka, jadi aku memilih diam, untuk tetap menjaga semangat mereka, sambil terus berteriak, “ayooo.. 15 menit lagi sampai pos 2, sunrisenya istimewa di sana”, padahal, sebenarnya aku sendiri tidak yakin berapa lama lagi sampai pos 2, kami saja masih salah jalur, tapi demi mereka, demi semangat mereka, aku terus berteriak-teriak seperti itu.

Jam 04.30, suara adzan subuh terdengar, gelap malam perlahan-lahan memudar, kami masih belum sampai di pos 2, aku mempercepat langkah. Jam 04.45 kami sampai di pos 2. Aku diam tak bergumam saat sampai di pos 2, kabut tebal menutupi langit di sebelah timur, aku sedikit kecewa. Aku membuat api unggun menghangatkan badan, bersandar di sebuah batu besar, lalu mengeluarkan coklat dari carrierku untuk mengisi energi, tiba-tiba terdengar suara, “ WOI.. SUNRISENYA.. SUNRISENYA..”, aku langsung memanjat batu besar tempat aku bersandar, berdiri menatap langit di sebelah timur. Kabut tebal perlahan-lahan terbawa angin, di langit timur muncul rona kemerahan, jingga dan.. ah.. entahlah itu warna apa, tapi yang pastinya mempesona tiap pasang bola mata dengan warna indahnya.

Aku memperhatikan sekelilingku, tahukah teman, betapa aku bahagia pagi ini, bukan ketika fajar datang dengan pesona indahnya, tapi ketika senyum bahagia lahir di wajah kalian, ketika malam berbubah jadi terang, ketika kita bersama menikmati hangatnya mentari pagi di Merapi ini. Kota menawarkan berjuta kemewahan, tapi alam memberikan keindahan dengan kesederhanaan.. 
Embun-embun mulai luruh, rona merah-jingga memudar, matahari muncul perlahan tepat dari balik gunung lawu.. Ahh.. pagi ini terasa begitu indah.. indah sekali. Seandainya seorang temanku yang sedang berada di basecamp bisa berada di sini, ikut merasakan betapa damainya hati di pagi ini.

  
“Pagi ini.. Ketika rona merah-jingga menebar pesona
Lisanku terpenjara..
Terkunci oleh indahnya mentari pagi..

Pagi ini.. adalah puisi..
Ketika embun-embun menyajakkan sepi..
Dalam panorama sunyi..

Pagi ini.. Kabut-kabut begitu baik hati..
Mereka pergi..
Membuka tirai penghalang..
Antara aku dan rasa damai..

Pagi ini.. Ketika embun-embun mulai luruh..
Aku tetap diam dan terjaga,,
Berdiri dan tak kuasa bicara,,
Menikmati panorama..
Yang tak henti-hentinya menebar rasa damai..

Pagi ini..
Begitu indah..
Begitu damai..
Merapi.. Bisakah kau hadirkan pagi ini lebih lama lagi?”

Matahari di ufuk timur mulai naik semakin tinggi, di sebelah utara ada Gunung Merbabu berdiri dengan gagahnya, agak jauh di sebelah barat terlihat Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, aku sudah kehabisan kata-kata untuk menjelaskan betapa indahnya pagi di Merapi ini.


Jam 6 pagi, kami melanjutkan pendakian, puncak sudah terlihat dengan sangat jelas, putih seperti diselimuti salju, yang sebenarnya disebabkan oleh erupsi hampir setahun lalu. Dari pos 2 ini, butuh waktu setengah jam untuk sampai pasar bubrah (300 m sebelum puncak) dan sekitar 1,5 jam untuk sampai puncak.

Dari 10 orang rombonganku, 7 orang menjejakkan kaki di puncak, 2 orang beristirahat di pasar bubrah dan 1 orang menunggu di base camp.

Untuk teman-teman yang telah berkenalan dengan puncak Merapi dan melihat dengan jelas isi kawahnya, be gratefull bro.. hanya sedikit orang yang pernah berada di situ.

Untuk yang hanya sampai di pasar bubrah, jangan berkecil hati teman, gunung tidak melulu soal puncak, puncak gunung adalah bonus dari sebuah pendakian, yang terpenting adalah bagaimana memaknai segala apapun yang ada selama perjalanan.

Untuk seseorang yang terpaksa menuggu di basecamp, aku berjanji suatu hari akan membawamu kembali ke sini, menikmati sunyinya malam di Merapi, indahnya panorama matahari pagi, lalu berlari-lari di atas kubah pasir yang sangat terjal. One day. I promise.

nb : puisi di atas aku persembahkan untuk temanku yang menunggu di base camp.. agar bisa ikut merasakan apa yang kami rasakan.. that's for you.. my friend.. :)
“Gantungkanlah cita-citamu setinggi Gunung” 

kenapa gunung? Bukan langit? Langit terlalu tinggi teman… hampir mustahil untuk diraih, gantungkan lah di puncak gunung, bisa dilihat tanpa harus menatap terlalu tinggi. Cukup tinggi namun tetap sulit diraih, perlu perjuangan, fisik dan mental yang keras, terkadang perlu berjalan di gelap malam yang menyeramkan, atau meniti jurang-jurang yang dalam, sangat sulit? YA.. tapi bukanlah hal yang mustahil, hanya butuh tekad yang lebih kuat dari biasanya dan usaha yang lebih banyak dari biasanya.. Jadi,  Gantungkanlah cita-citamu setinggi gunung.. :)

inilah ke-10 orang itu..
Faza, Ginta, Randi, Hasan, Yanuar, Agra, Pinto, Eki, Agung, Bila..
Untuk ke-10 orang temanku, kalian adalah orang-orang hebat yang pantas mendapatkan lebih dari sekedar acungan 2 jempol. Lanjutkan langkahmu teman, masih banyak Gunung-Gunung yang menanti kedatangan kalian, lalu dapatkan makna atas setiap perjalanan, karena mendaki Gunung bukan hanya perjalanan alam, tapi juga perjalanan hati.. 

Inilah Puncak Merapi dan isi kawahnya setelah erupsi hampir setahun lalu..



Mari nikmati indahnya alam Indonesia dari ketinggian..


Gunung Merapi, 15-16 Oktober 2011
Salam Lestari,
Ade Setio Nugroho

Saturday, October 1, 2011

Kepada Akar Pohon dan Dedaunan

30-September-2011

"Alam adalah sekolah terbaik untuk manusia"  -andreas-


Pada suatu ketika..
Ketika senja jingga berubah menjadi malam buta,
Ketika seorang anak manusia berbicara lewat diamnya..

Angin pun pelan-pelan datang,
Berbisik pada pepohonan yang diam..
Bercerita tentang akar pohon dan dedaunan..

Yang tak pernah berjumpa di atas bangku taman..
Tak pernah pula bercengkrama di musim semi yang kelam..

Daun-daun mulai berguguran..
Terbang kesana-kemari tak tentu tujuan..

Apakah ke arah bangku taman?
Atau ke tanah menyentuh akar pepohonan?

Angin adalah Tuhan, bagi akar pepohonan,
Menjatuhkan dedaunan pada musim gugur yang nyaman..
Yang konon mengembalikan daun pada kedamaian..

Sementara angin menebar kedamaian,
Sementara gelap malam datang perlahan,
Seorang anak manusia masih diam,
Mencari makna tentang Tuhan dan alam..




30 September 2011,
Di Pojokan kantin

Saturday, September 17, 2011

24 Tahun SISPALA Smansa Pontianak

Selamat bertambah tua SISPALA SMANSA dan SMAN 1 Pontianak..


14 September 1987, 24 tahun yang lalu, Sebuah organisasi pecinta alam tertua di Kalimantan Barat lahir, SISPALA SMANSA PONTIANAK.


Banyak cerita indah mengiringi perjalanan nya.. Banyak orang hebat di dalamnya..
Banyak yang berkembang karena nya, ada yg menjadi lebih baik, bahkan ada pula yg menjadi kurang baik..
Ada yang menyesal menjadi bagian dari SISPALA, tapi tidak sedikit yang bangga menjadi seorang anggota SISPALA..


"Dengan ikut sispala, aku gak janjikan ke kalian, kalian bakalan jadi orang yg lebih baik, tapi kalian akan jadi orang yg berbeda"
Itu sekutip perkataan dari seorang sahabat saya (@zaldyfitraapri), yah.. Kami tidak melabel kami lebih baik, tapi kami jelas berbeda..
Alam bukanlah hal yang dimengerti semua orang, namun bisa dinikmati semua orang, walaupun yang menikmati seringkali tidak peduli..
Walaupun yang peduli tidak selalu memberikan yang berarti.. Tapi harapan tentang Sispala yang selalu peduli tak akan pernah mati
Dan Sispala yang selalu memberikan yang berarti.. Adalah harapan kami, adalah harapan kita, adalah harapan banyak jiwa..
Sebab Tuhan sering berbisik lewat alam, sebab Tuhan sering bicara lewat diam..


Sekian tentang HUT SISPALA SMANSA PONTIANAK yang ke-24.. Smoga menumbuhkan sesuatu yang belum tumbuh, dan memupuk yang telah tumbuh :)
Salam seharum seribu bunga.. Sehangat Mentari.. Selembut embun pagi..

Tuesday, September 13, 2011

Sajak Kepada Pejuang Malam

Semilir angin di pinggiran jalan,
pejuang malam masih melangkahkan kaki dengan punggungnya yang usang..

Menantang hidup dengan mata sendu,
Pun penuh tanya yang membeku,

"Ah! Apalah arti mimpi,
Jika tidurpun di pinggir kali..
Jika matipun berteman sepi.."

"Aku hidup di telaga mati,
Aku hidup di lautan perih,
Yang Angin pun enggan membelai,
Yang Ombak pun enggan berdamai.."

Malam semakin larut,
Sang jiwa mulai takut,
Tetesan embun kadang menyejukkan,
Kadang berbisik tentang kepedihan..

Mimpi datang membesuk,
Sang jiwa mulai kalut,
Harapan membuatnya hidup,
Tapi kenyataan..
Selalu menyisakan tanya..

"Adakah tersisa cahaya nirwana?
Atau setetes air surga,
Untuk aku.. Untuk mereka..
Yang selalu penuh tanya.."

Tulisan ini..
dari "aku" untuk "mereka",
dan dari "mereka" untuk "aku"..


Nb : sebuah tulisan sederhana yang mencoba menggambarkan perasaan gelandangan dan anak jalanan ibukota


September 2011,
Di Ruang Tengah Rumah

Tuesday, July 19, 2011

Sedikit gambaran tentang aku dan hidupku

hai.. namaku Ade, lengkapnya Ade Setio Nugroho, konon kenapa namaku seperti itu,
ADE : aku anak terakhir, bungsu

SETIO : karna kesetiaan selama puluhan tahun (antara ibu-bapakku) maka aku bisa hadir di dunia ini

NUGROHO : aku adalah anugrah (kata ibu, semoga bilangnya dari hati.. huehehe :D)

aku terlahir di keluarga yang sederhana, sangat sederhana, kesederhanaan yang memaparkan kepadaku tentang sulitnya hidup, namun tidak sederhana kebahagiaan yang terhambur di keluarga kecilku.

Aku tumbuh dan berkembang di banyak lingkungan dan banyak pergaulan,
sedikit gambaran tentang aku dan hidupku..

Pecinta Alam


lingkungan pecinta alam adalah lingkungan yang membentuk diriku, aku menjadi seperti sekarang ini, untuk hal baik dan hal buruknya, sebagian besar adalah peran dari lingkungan ini, alam mengajarkanku banyak hal, dan tak pernah bosan untuk mengajariku.


Gunung

Gunung adalah tempatku meringankan hati, menyendiri, lalu melebur, dalam dingin dan sepi..


Pantai


Pantai selalu memberikan kedamaian, lewat percikkan dan deburan ombaknya. Duduk menentang ombak di keheningan senja, adalah ketenangan yang tak bisa di jelaskan dengan tulisan..


Musik


Gitar adalah temanku yang paling setia saat berada di kamar, musik adalah media tempat aku mengekpresikan diri, aku senang membuat orang terhibur dengan aku bermain musik..


Billiard


Billiard, hobiku dari semenjak SMA hingga sekarang..



Futsal


Dari olahraga aku belajar untuk berbesar hati, menerima kekalahan dan kemenangan, mengajar kan aku bekerja-sama dalam sebuah tim..


CINTA (?)



It's hard to explain about this.. :D



That's all a little about me, and my life.. :)

Saturday, July 16, 2011

Kritik Buat Seorang Pemimpin

Hmmm… tulisan saya kali ini untuk anak-anak 17 tahun ke atas, buat yang di bawah 17 tahun tidak di anjurkan untuk membaca, tapi kalo tetep kepengen baca.. ya monggo.. :D

Saya akan membahas tentang seorang pemimpin, bukan bermaksud untuk menggurui, karna saya pun belum pernah menjadi pemimpin dalam suatu organisasi, tapi saya pelan-pelan mencoba mengamati para pemimpin yang pernah dekat dengan kehidupan saya.

Ada yang pernah bertanya kepada pak pemimpin :
“apa modal anda berani mencalonkan diri sebagai pemimpin?”
“Saya punya teman-teman yang selalu siap mengoreksi saya ketika saya salah”, sungguh sebuah jawaban yang bagus, saya senang dengan jawabannya..
Namun, pada kenyataannya, Bagaimana bisa dikoreksi, jika diri sendiri saja selalu merasa benar,
Jika berbeda pendapat saja langsung di analogikan sebagai hewan,
Jika memberi kritik saja langsung disebut sebagai pemfitnah, pencundang dan pahlawan kesiangan?

Saya sepakat, jika seorang pemimpin hebat adalah orang-orang yang kontroversial, dan banyak penentangnya. Saya mengambil contoh yang sangat dekat dengan kita,

“Revolusi di Indonesia tidak akan pernah terjadi jika tidak ada orang-orang seperti Soekarno dan Soeharto”



mereka sangat kontroversial dan jelas sekali banyak penentangnya, namun controversial dalam hal yang sangat jelas, nyata, yang konkrit, bukan controversial untuk hal-hal bodoh, seperti.. memberikan julukan “hewan” untuk orang yang berbeda pendapat dengan dirinya, merasa lebih manusia dari manusia yang lain.

Tapi.. Bagaimana mungkin bisa menjadi seorang pemimpin hebat, jika kemampuan berbicara saja tidak pernah mencerminkan seorang pemimpin?
Bagaimana mungkin bisa menjadi seorang pemimpin hebat, jika sudah tidak cakap berbicara, namun juga tidak cakap mendengar?

Mengutip perkataan dari seorang teman, “Pemimpin dipatuhi karena dihargai bukan ditakuti. BerSIFAT pemimpin maka dihargai, jangan karena JABATAN pemimpin maka ditakuti.”

Menyedihkan sekali jika seorang pemimpin kita berkata, “jangan asal nge-judge donk”, tapi pada dasarnya dirinya sendiri yang selalu men-judge orang lain,
Saat menjadi seorang pemimpin, anda bukan hanya membawa nama anda sendiri, tapi anda cerminan dari kelompok yang anda pimpin,
Coba bandingkan, jika seorang Megawati berkata, “Amerika Serikat adalah Negara yang isinya hewan-hewan tidak berakal”, dengan SBY yang berkata seperti itu, sungguh lah sangat berbeda efeknya.

Ayolah, coba kita buka mata dan wawasan lebih luas, dunia ini bukan hanya tentang benar dan salah, tapi juga ada baik dan buruk.

Bagaimana mungkin seorang pemimpin bisa dihargai, jika dirinya sendiri belum bisa menghargai orang lain.

Thursday, July 14, 2011

Puisi (cinta) untuk "cinta"

Aku berbisik..
Pada dingin yang menyelimuti malam,
Pada malam yang menyelimuti sepi,

Lewat hening malam yang membeku,
kuhanyutkan perahu-perahu rindu,
menuju puing-puing kenangan,
Menuju puing-puing harapan yg masih berpendar..

Mungkinkah tersisa cinta di sana?
Di atas perahu rindu,
Yang masih terombang-ambing mencari tempat berlabuh..

Ataukah cinta memang tak pernah lahir dari segumpal darah dari tubuh itu?
Namun hanya sebuah ungkapan untuk kesenangan semu..

Sobek saja perahu rindu itu,
Biarkan tenggelam..
Biarkan hilang,
Biarkan mati di telaga sunyi..

Kata "cinta" hanyalah sebuah ilusi,
Untuk sebuah hati yang terlalu sepi..
Untuk sebuah hati yang lelah mencari..



Juli 2011,
Di Rumah Sakit Fatmawati

Tuesday, July 5, 2011

Gunung Merbabu (solois) via cuntel

Sabtu pagi, 2 juli 2011, belum genap 2 hari libur semester genap tahun ini, tapi kakiku sudah gatal ingin melangkah ke tempat-tempat baru, badanku mulai rindu udara dingin yang menusuk-nusuk, dan jiwaku mulai candu akan ketenangan di puncak ketinggian gunung. Pagi itu, kuputuskan untuk berangkat naik gunung merbabu, jawa tengah, 3142 Mdpl. Awalnya aku mengajak seorang teman, tapi karna dia tidak bisa bergabung, aku berangkat sendiri (solois).

Aku langsung packing barang, menyewa tenda (gak dapet pinjaman -.-"), dan membeli logistic yang diperlukan, karena kali ini aku solois maka logistic harus lengkap, mulai dari tenda, alat masak, dan barang-barang lainnya. Aku membawa 4 liter air, tenda dome ukuran 2 orang, roti sobek, mie dan logistic lain yang diperlukan. Jam 13.00 aku selesai packing, sesaat sebelum berangkat, aku mendapat sms dari seorang teman, katanya mau ngasi sesuatu, jam 14.00 temanku sampai di kontrakanku, ternyata dia ngasi coklat, pas banget aku belum beli coklat.. hehe..


Jam 14.00 aku berangkat dari yogya naik motor, menuju kopeng, lewat magelang. Beberapa kilometer sebelum kopeng, gunung merbabu mulai terlihat jelas, kelihatan pula gunung sumbing di sebelah kiri jalan. 2 jam perjalanan dari yogya, aku sampai di base camp cuntel (pos pendaftaran pendakian). Setelah registrasi dan bertanya di base camp tentang letak tempat-tempat mata air di perjalanan nanti, aku langsung mulai mendaki.


Jam 16.15 aku memulai pendakian, baru aja start dari base camp tapi jalur langsung tanjakan terjal gak putus-putus, baru mulai aja udah ngos-ngosan.. hehe.. 30menit perjalanan, aku sampai di pos bayangan 1, belum ada yang special di sini, jadi aku melanjutkan perjalanan lagi, setelah 1 jam perjalanan aku samapi di pos 1, watu putut, 2145 Mdpl, aku istirahat sebentar. Hari semakin sore, senja menjelang, aku percepat langkahku menuju pos 2, karna dari info yang aku dapat, perjalanan dari pos 1 ke pos 2 tidak terlalu padat pohon, bagus untuk menikmati senja dan sunset. Di tengah perjalanan menuju pos 2, aku berhenti sejenak, sambil melihat segerombolan awan di bawah kakiku dan cahaya kemerah-merahan di pelupuk mata hasil dari pancaran sinar matahari yang hampir tenggelam.

Sunrise di Pos 2

Matahari terbenam, bulan sabit mulai tampak, di temani bintang-bintang yang mulai bermunculan pula, aku melanjukan perjalanan lagi, jam 18.30 aku sampai di pos 2, kedokan, 2300 Mdpl, di sini pemandangannya juga indah, terlihat kelap-kelip lampu kota magelang jauh di bawah kakiku, aku istirahat sebentar di pos 2, mengeluarkan alat masak, ngopi sejenak, sambil menikmati cahaya lampu kota magelang.

Setelah selesai ngopi, aku melanjutkan perjalanan lagi menuju pos 3 (2458 Mdpl), butuh sekitar 1 jam untuk sampai ke pos 3, dari sini, tanjakan nya mulai afgan lagi, jam 19.45 aku sampai di pos 3, di pos ini dingin mulai membelai pelan-pelan, aku mengeluarkan jaket 1 lagi agar lebih hangat, pos 3 adalah camp ground, karna datar seperti di lembah, di sini aku bertemu dengan rombongan dari Jakarta, ITB dan anak sma dari kopeng, rombongan dari kopeng membuat api unggun, aku ikut gabung duduk di dekat api unggun mereka.. hehe.. Aku istirahat 1 jam di sini, jam 22.00 aku melanjutkan perjalanan menuju pos 4, pemancar (2883 Mdpl) pos 4 adalah pertemuan dari jalur thekelan dan jalur cuntel, jadi pendaki yang lewat jalur cuntel dan thekelan, bisa bertemu di mulai dari pos 4.

Bikin kopi
Jam 23.00 sampai di pos 4, aku langsung mendirikan tenda, berencana bermalam di sini dan melanjutkan perjalanan besok pagi jam 4 subuh, supaya bisa menikmati sunrise di puncak merbabu. Setelah mendirikan tenda, aku masak untuk makan malam dan bikin kopi, perut udah mulai minta di supply sama sesuatu. Selesai makan dan menimati secangir kopi untuk sedikit mengalihkan hawa dingin yang mulai menusuk-nusuk, aku langsung tidur, menyiapkan tenaga buat summit attack.

Jam 03.30 aku bangun, membuat kopi, sambil mendengarkan music, menikmati dingin, gelap dan sunyinya gunung merbabu, setelah selesai ngopi, aku langsung melipat tenda dan kemas barang-barang, jam 04.30 aku melanjutkan pendakian, SUMMIT ATTACK!

Dari pos 4, menurut perhitungan, jika mendaki tanpa istirahat, butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai ke puncak tertingginya, kenteng songo, 3142 Mdpl, dengan semangat membara dan carrier yang semakin lama semakin terasa berat, aku melanjutkan pendakian, dari pos 4 jalur pendakian terasa seperti menurun, jauh, terus menurun, dan benar ternyata itu bukan perasaanku, tapi memang benar-benar menurun, sedikit sedih rasanya, setelah mendaki tinggi-tinggi, lalu mesti turun lagi, dan yang PASTInya harus NAIK lagi, karena tujuanku adalah puncak, kaki dan badanku sudah mulai terasa pegelnya, tapi tidak masalah buatku, selama aku masih sadar dan belum pingsan, berarti tenaga ku masih ada dan aku akan terus melangkah sampai tujuanku tercapai, PUNCAK KENTENG SONGO 3142 Mdpl.

Setelah setengah jam perjalanan, aku mulai mencium bau belerang, yang berasal dari kawah sisa letusan gunung merbabu di zaman dulu, kawahnya tidak terlihat, karna pekatnya gelap malam di sini, mulai dari tempat ini, medan tempur jalur pendakian adalah batu-batu, tidak sedikit batu besar setinggi lebih dari 1 meter menghalang jalan, dan harus memanjatnya. Setelah selesai berjuang melewati batu-batu besar itu, aku sampai di jembatan setan, di sebut jembatan setan karna jalannya cuma setapak dan di kanan-kirinya adalah jurang, aku berjalan perlahan.

Jembatan Setan
Setelah melewati jembatan setan, aku melihat langit di sebelah timur mulai tampak kemerah-merahan, aku semakin mempercepat langkahku, sebab aku ingin melihat sang surya yang mulai mengintip-ngintip di balik awan di sebelah timur itu di puncak gunung merbabu. Mendaki beberapa menit, aku sampai di persimpangan, dari persimpangan ini, pendaki bisa memilih, ke kiri ke puncak mbah syarip (3119 Mdpl) atau ke kanan ke puncak kenteng songo (3142 Mdpl) aku memilih puncak kenteng songo, puncak tertinggi gunung merbabu, dari puncak kenteng songo, 7 puncak tertinggi gunung merbabu bisa terlihat.


Jam 05.30, keadaan di sekelilingku mulai terang, tapi matahari belum muncul di atas awan, puncak kenteng songo semakin jelas terlihat, jalur pendakian pun semakin menantang, beberapa kali aku harus menuruni batu-batu terjal yang di sampingnya adalah jurang. Jam 05.50, tinggal sedikit lagi mencapai puncak, matahari sudah naik di atas awan, indah sekali, the best sunrise I ever seen.

Sunrise
Aku melanjutkan perjalanan lagi, tinggal sedikit lagi sampai di puncak kenteng songo, aku berhadapan dengan tebing, dan harus merayap di samping sisi-sisi tebingnya, aku merayap perlahan karna sambil membawa carrier, setelah melewati tebing itu, tinggal langkah terakhir menuju kenteng songo, tepat jam 06.00 pagi aku sampai di puncak kenteng songo (3142 Mdpl), sungguh perjalanan dan perjuangan yang panjang untuk sampai di tempat ini.


Pemandangan di puncak tertinggi gunung merbabu ini sungguh menawan, dari sini, bisa terlihat dengan jelas 7 puncak tertinggi gunung merbabu, puncak gunung merapi yang masih berasap, gunung sindoro, gunung sumbing, indah sekali teman. Tanpa sadar aku lupa akan rasa lelah di kaki dan pundakku, menikmati pesona pemandangan indah dari puncak tertinggi gunung merbabu.


Pendakian Gunung Merbabu (solois) via cuntel, end with Puncak Kenteng Songo 3142 Mdpl.

Puncak Kenteng Songo


aku pergi sendiri..
bukan untuk menunjukkan kekuatan seorang diri,
aku hanya mencari ketenangan lewat sunyi,
mencari kedamaian lewat indahnya alam di ketinggian..



Pendakian Gunung Merbabu (solois) via Cuntel
2-3 Juli 2011
Salam Lestari,
Ade Setio Nugroho


P.S: Ketemu sama anak SMP di sana, kasi roti, minta tolong foto-fotoin. heuheu

Sunday, June 19, 2011

Cerita Tentang Pendakian Gunung Semeru (Part 3)

Sambungan Dari Part 2...



Dari arcopodo jarak yang perlu ditempuh untuk sampai di puncak tidak terlalu jauh, tapi karna medannya yang sulit dan sangat terjal, dibutuhkan waktu 5-6 jam untuk sampai ke puncak. Tak ada satu pohon pun di tempat ini, yang ada hanya pasir dan batu, lebar jalur pendakiannya hanya sekitar 1,5 m, di samping kanan-kirinya adalah jurang, aliran lahar. Mungkin terlihat menakutkan, tapi terasa sangat menyenangkan untuk orang-orang yang menyukai tantangan. Sedikit demi-sedikit, jalur pendakian ini membuat ku sedikit frustasi, karna langkah 3-1, yaitu 3 langkah maju, 1 langkah mundur, begitulah seringnya. Dalam kelelahan dan napas yang terengah-engah, aku melihat langit dan keadaan sekitar, eloknya langit di atas kepalaku malam ini, bulan yang hampir purnama, kelap-kelip bintang yang jumlahnya tak terhingga, bahkan beberapa kali kulihat bintang jatuh di langit. Tak banyak aku berhenti istirahat, karna puncak mahameru seperti sudah memanggil dan menanti kedatanganku, dengan penuh semangat dan dengan senter yang mulai redup, aku lanjutkan perjalananku, hembusan angin di ketinggian ini benar-benar terasa, terasa menusuk-nusuk tulang.




Dalam dinginnya malam, aku terus berjuang, mengejar puncak mahameru, mengejar imipianku, dan akhirnya, dengan perjuangan yang besar, setelah 4,5 jam, jam 4.30 pagi, aku sampai ke tempat yang datar dan tak ada lagi tanjakan, lalu aku lihat plang dari kayu bertuliskan “PUNCAK”. Kawan, ternyata aku telah sampai di puncak mahameru! aku sampai di tanah tertinggi di pulau jawa! Aku sampai di tempat impianku! Semua rasa lelah hilang seketika, terbayar dengan bangga dan bahagia yang tak bisa kuungkapkan dengan tulisan, terbayar dengan indahnya pemandangan dari tempat aku berdiri, tempat aku berpijak, aku mendapat salaman dan pelukan hangat dari teman-teman yang sama-sama berjuang untuk sampai di tempat ini. Aku terdiam, tak mampu bicara, sambil melihat awan yang berada di bawah kaki ku, lalu aku tertawa sendiri dan tanpa sadar air mataku menetes. Ini seperti negeri di atas awan, kawan, jika kau ingin melihat keindahan Indonesia, datanglah ke tempat ini, karna kau tak akan pernah mendapatkan keindahan Indonesia di kota, datanglah ke sini, dan kau akan sadar betapa indahnya Negara kita.





SUMMIT ATTACK SELESAI

Sudah hampir 1 jam aku berada di puncak, awan di sebelah timur mulai nampak kemerah-merahan, matahari mulai mengintip-ngintip dari kejauhan.



pemandangan di sekelilingku pun semakin jelas, ada gunung arjuna, di sebelah gunung arjuna terlihat gunung bromo sedang mengeluarkan asapnya, dan terlihat pula kota malang, ada monumen penghormatan untuk Soe Hoek Gie.



Lalu aku mengibarkan slayer pecinta alam kebanggaanku di sini, beberapa saat setelah aku membuka jaket, tiba-tiba terdengar suara.. DUAARRR!!!. Kawah Jonggring Saloko di puncak semeru yang masih aktif yang hanya berjarak 50 meter di depanku erupsi, asap panasnya membumbung tinggi hingga ratusan meter, aku lari kebelakang hingga terguling, awalnya aku takut, namun aku bangun dan berbalik, lalu mengambil foto untuk kenanganku, karna ini adalah momen langka dalam hidupku, aku melihat ada seorang bule wanita dari perancis yang sedang asik mengambil foto juga, aku bertanya, “hey mam, don’t you scare?” dia menjawab, “I don’t know why are u running, I don’t know that sound, I just see that’s beautifull scene”, lalu aku bilang, “if the smokes goes to us, we are going to die mam”. Dia pun menjawab lagi, “that’s no matter to die in this place, this is beautifull place”. Bahkan seorang bule merasa tidak masalah jika mati di tempat ini. Bisa kau bayangkan teman betapa indahnya tempat ini?.



Setelah cukup puas menikmati pemandangan di puncak mahameru, aku langsung turun, karna sebelum jam 9, tempat ini harus sudah kosong oleh pendaki, sebab di khawatirkan gas beracun dari kawah nya mengarah kearah pendaki. Betapa bahagianya aku bisa menikmati semua ini, dari semua yang telah aku lalui selama pendakian ini, aku mendapat sesuatu yang baru.


" Mendaki gunung bukan hanya perjalanan alam, tapi juga perjalanan hati, Mencapai puncak gunung bukan berarti berhasil menaklukkan gunung, tapi berhasil menaklukkan keegoisan atas diri sendiri, Karna sungguh.. gunung tercipta bukan untuk ditaklukkan, tapi untuk di nikmati keindahannya. "




Semeru..
Dinginmu adalah salju, namun kehangatan bagi hatiku..
Bagi jiwa terlunta oleh bisingnya kota..
Jurang-jurangmu adalah kegelapan..
Namun tumbuhkan keberanian di jiwa yang terdalam..
Pemandangan di puncakmu adalah ketenangan..
Yang tak bisa dijelaskan dengan lisan..

Hari ini.. Aku kembali..
Meninggalkan jurang-jurangmu..
Meninggalkan dingin dan sepimu..
Sampai jumpa kembali..
Semeru..




Cerita Tentang Pendakian Gunung Semeru selesai, tapi kenangan yang telah tersimpan di hatiku takkan pernah usai.. aku pergi.. bukan untuk melupakanmu, tapi untuk menceritakan kepada khalayak tentang pesona indahmu..




Pendakian Gunung Semeru, 11-15 Juni 2011
Salam Lestari,
Ade Setio Nugroho