Tulisan ini seharusnya saya posting minggu
lalu, 25-february-2018.
Menikah
Untuk sebagian orang, kami menikah di usia
yang relatif muda, saya menikah di usia 25 tahun dan istri saya di usia 22
tahun. Pada saat itu saya telah lulus kuliah dan bekerja sekitar 3.5 tahun,
namun istri saya belum genap sebulan wisuda S1. Pak penghulu menyebut nya
mendapatkan 2 hal besar dalam 1 bulan, yaitu ijasah dan ijab sah.
Menikah di usia yang relatif muda bukanlah
keputusan yang mudah untuk seorang wanita aktif dengan ipk cumlaude. Banyak hal
menjadi tambahan pertimbangan dalam mengambil keputusan ke depannya, seperti
rencana bekerja, mimpi untuk melanjutkan study di luar negeri, dan banyak hal
lainnya.
Namun, bukankah tak ada usia pasti kapan
seseorang harus menikah, jika kedewasaan dan kemapanan adalah syarat nya maka
saya rasa tak ada yang benar benar siap untuk menikah. Setiap orang memiliki
waktu masing-masing, ada yang bisa menikah di usia 25, ada yang di usia 30,
bahkan ada yang di usia 40. Tak perlu menanggapi berlebihan, sebab tak ada yang
terlalu cepat, ataupun terlalu lambat. Ya, karna setiap orang memiliki waktu
masing-masing.
Minggu lalu, 25-february-2018 adalah 1
tahun pernikahan saya dan anet. Sedih memang, tidak bisa bersama sama saling
menggenggam tangan dan berpelukan untuk mensyukuri itu. Saya di malaysia, anet di semarang
sedang mengunjungi temannya pada saat itu. Tapi bukankah jarak mengajarkan kita
apa arti rindu, dan juga menghargai waktu dikala bersama?
Waktu
berjalan begitu cepat, rasa rasanya belum lama kita menikah, dan ternyata sudah
1 tahun saja. InsyaAllah masih ada puluhan tahun yang menunggu di depan sana,
untuk diisi dengan cerita bahagia kita, yang mana stasiun dan bandara tak lagi
menjadi pusat bahagia kita, dan pula pusat derita.
Sayangku,
Terima
kasih, untuk menerima ku yang sangat banyak kekurangan ini.
Terima
kasih, untuk kesabaranmu menunggu dan menahan rindu.
Terima
kasih, telah mempercayakanku sebagai imam mu.
Salam Rindu,
Malaysia, 4-Maret-2018